DARI IDENTITAS SOLIDARITAS KRISTIANI MENUJU IMPIAN MASYARAKAT KOHESIF (Membaca Pesan Artikel 1 Gaudium Et Spes Di Tengah Situasi Pandemi)
Sari
Artikel 1 GS merupakan sebuah pembukaan yang sungguh menggugah kesadaran akan sisi kemanusiaan Gereja serentak mengundang para anggotanya untuk berkompasio kepada situasi dunia di tengah pandemi Covid 19. Artikel ini seakan menghadirkan sebuah prinsip yang disebut solidaristik inklusif. Solidaritas inklusif bersumber pada solidaritas ilahi: dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa. Dengan bersumber pada solidaritas ilahi, solidaritas inklusif Gereja akan bermuara pula pada misi keselamatan semesta berkat upaya pelampauan diri, kesadaran akan kesetaraan dasariah dengan manusia lain dan yang dibingkai oleh cinta kasih. Idealisme GS 1 ini dapat dipandang sebagai bagian dari usaha dunia untuk menciptakan dan memajukan masyarakat dunia yang kohesif-harmonis.
Saat ini sedang ada satu perasaan identitas bersama dan kebutuhan bersama warga dunia, yakni terbebaskan dari kerentanan dan ketularan Covid-19. Perasaan dan kebutuhan itu seakan ‘menerobos’ kebijakan pembatasan-pembatasan sosial negara bagi para warganya. Dia tak terbatas ruang dan waktu. Perasaan dan kebutuhan itu melahirkan perasaan kohesif di antara sesama manusia, dekat maupun yang nun jauh di sana. Kesadaran akan keretanan bersama menembus segregasi ‘aku-engkau’ dan merangkumkannya dalam satu bahtera ‘esse-co esse est’, adaku adalah ada bersama, seperti yang dikatakan filsuf Perancis, Gabriel Marcel.
Di tengah situasi ini, komunitas negara-negara dunia tengah mengotak-atik kebijakan-kebijakan politiknya dalam pelbagai bidang terutama sosial-ekonomi untuk menghadapi ‘gempuran’ Covid-19. Institusi-institusi non-government pun mengeluarkan himbauan-himbauan bagi komunitasnya untuk mengemas kewaspadaan-kewaspadaan sosial. Komunitas sosial kemasyarakatan di pelbagai sudut dunia juga terpanggil erat untuk mengkampanyekan aksi-aksi melawan Covid-19. Semua bersatu dalam ‘keberadaannya sendiri’ untuk ‘ada bersama’. Saya kira hal ini menjadi komitmen eksistensial untuk menyelamatkan bumi dari ancaman Covid-19.
Tulisan ini hendak menelusuri basis eksistensial dalam menghidupkan perasaan kohesif masyarakat dunia dalam mengurai dan menghadapi dampak pandemi Covid 19 dari sudut pandang kristiani. Dengan bersandar pada studi kepustakaan, diskursus ini menyasar kepada segenap umat beriman kristiani yang terlibat dalam mengambil kebijakan publik dan yang terpanggil untuk untuk mewujudkan panggilan sosialnya di tengah situasi pandemi memiliki perspektif yang mumpuni dalam menjalankan aktivitasnya.
Kata Kunci
Teks Lengkap:
PDFReferensi
Conterius, Wilhelm Djulei. 2007. Teologi Misi Milenium Baru. Maumere: Penerbit Ledalero.
Gough, I. dan G. Olofsson. 1999. Capitalism and Social Cohesion: Essays on Exclusion and Integration. Basingstoke: Macmillan/Palgrave Macmillan.
Green, Andy, John Preston dan Jan Germen Janmaat. 2006. Education, Equality and Social Cohesion A Comparative Analysis (Palgrave Macmillan, Houndmills, Basingstoke, Hampshire RG21 6XS dan 175 Fifth Avenue: New York.
Jensen, Jane. 1998. Mapping Social Cohesion: The State of Canadian Research. Canadian Policy Research Networks Inc.: Ottawa.
Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian. 2009. Kompendium Ajaran Sosial Gereja. Maumere: Ledalero.
www.vatican.va/content/francesco/en/encyclicals/documents/papa-francesco/_20201003_enciclica-fratelli-tutti.html.
https://www.vatican.va/archive/hist_councils/ii_vatican_council/documents/vat-ii_const_19641121_lumen-gentium_en.html.
www.vatican.va/content/john-paul-ii/en/encyclicals/documents/hf_jp-ii_enc_30121987_sollicitudo-rei-socialis.html.
Refbacks
- Saat ini tidak ada refbacks.